Kamis, 23 Juni 2011

Cermin keseimbangan

” Ternyata, aku cakep  !” ujarnya setelah memastikan kalau bayangan itu memang benar2  diri Burung Merak  sendiri. Dan, Burung Merak pun melompat-lompat kegirangan.
Tiap kumpulan hewan yang ia lalui seolah tersenyum memandangi dirinya. Bisikan yang selalu ia yakini pun mengatakan, ” Burung Merak cakep, Ya! Burung Merak cakep!”

Begitu seterusnya hingga hewan periang ini menemukan genangan air yang lain. Warna air itu agak kusam. Beberapa dahan pohon yang mulai membusuk dalam air seperti memberi warna hijau pekat. Dan bayang-bayang yang dipantulkan genangan itu pun akan menjadi kusam.
” Hei, kenapa wajahku seperti ini ? ” teriak Burung Merak sesaat setelah memandangi bayangan wajahnya dari permukaan genangan air itu. Ia jadi kian penasaran.
Terus ia pandangi genangan itu seolah mencari detil-detil kesalahan. Tapi, bayangan itu tak juga berubah. Ia terlihat kusam, kumuh. Bulu-bulu indahnya yang bersih tak lagi tampak seperti apa adanya.
” Ternyata aku salah! Aku tidak cakep ! ” keluh Burung Merak sambil beranjak meninggalkan genangan air.
Berjalan agak lunglai,  Burung Merak  membayangkan sesuatu yang tak nyaman. Sapaan manis hewan-hewan yang ia lalui, terasa agak lain.
Tiap sapaan seperti sebuah hinaan: ”  Burung Merak jelek! Sok cakep ! ” Itulah kenapa Burung Merak  selalu menunduk ketika berpapasan dengan siapa pun yang ia jumpai.
Mulai dari kuda, kerbau, rusa, zebra, dan kambing. Ia merasa begitu rendah dibanding yang lain. Keriangannya pun berganti kesedihan.
Pelan tapi pasti, bayang-bayang itu pun menjadi sebuah pengakuan. “Aku memang sok cakep!”
###############
Hidup dalam sebuah kebersamaan adalah sama dengan memandangi diri dalam seribu satu cermin sosial. Masing-masing cermin punya sudut pandang sendiri.
Bayangan yang ditampilkannya pun sangat bergantung pada mutu cermin. Tentu akan beda antara bayangan cermin jernih dengan yang kusam. Terlebih jika cermin itu sudah retak.
Memahami keanekaragaman cermin ini akan membuat seseorang seperti berjalan pada bentangan tambang di sebuah ketinggian.
Ia mesti merawat keseimbangan: antara percaya diri yang berlebihan dengan rendah diri yang kebablasan. Percaya diri yang berlebihan, membuat langkah menjadi tidak hati-hati. Dan rendah diri yang kebablasan, membuat langkah tak pernah memulai.

Andai keseimbangan percaya diri ini yang dipahami Burung Merak, tentu ia tak terlalu bangga dengan bayangan yang terasa begitu membuai.
Karena di cermin yang lain, bayangan dirinya menjadi buruk.
Sangat buruk.
Andai keseimbangan ini yang dipegang Burung Merak, insya Allah, ia tak akan jatuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar